Foto: Dok. Prib, Manu T/KM |
Oleh: Manu Turot
ARTIKEL, KABARMAPEGAA.Com – Berbicara permasalahan di Papua perlu kita melirik Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua sebagai mana diubah dengan UU No. 35 Tahun 2008 Tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Papua menjadi UU dan selanjutnya disebut Undang-Undang Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat.
Pemberitaan media daerah akhir-akhir ini telah terjadi polemik isu perbincangan kalangan elit- elit lokal Papua dan elit-elit Papua di pusat, akan ada suatu pemekaraan DOB 'Daerah Otonomi Baru.'
Sebagaimana kita ketahui dalam perkembangan kehidupan bernegara Orang Asli Papua (OAP) bersama dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKIR) terjadi beberapa peristiwa panting diantaranya;
Dua Kali mendapatkan Otonomi Khusus, yaitu; Pertama: Otonomi Daerah tahun 1970 dan kedua Otonomi Khusus tahun 2001. Kedua, massa otonomi tersebut manghasilkan kondisi kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan politik yang sangat berbeda.
Masa otonomi pertama bersifat otoriter sehinga orang asli Papua tidak mendapatkan kesempatan untuk mengaktualisasikan keinginannya secara terbuka secara publik.
Sebaliknya pada masa Otonomi Khusus yang kedua bersifat demokratis, sehingga Orang Asli Papua (OAP) secara terbuka dan bebas mengaktualisasikan keingginaannya secara jelas dan pasti terhadap publik baik di dalam dan luar negeri.
Empat masalah utama yang diteliti oleh Lembaga LIPI tahun 2008 yaitu: Pertama, masalah marjinalisa dan efek diskriminasi terhadap orang asli Papua akibat pembangunaan ekonomi, konflik politik dan migrasi masal ke Papua sejak tahun 1970. Kedua: Kegagalan pembangunaan di bidang Pendidikan, Kesehatan dan Pemberdayaan ekonomi rakyat. Ketiga: adanya kontradiksi sejarah dan kontradiksi identitas politik antara Papua dan Jakarta. Keempat: pertagung jawaban negara terhadap masalah Orang Asli Papua (OAP) dimasa lalu dalam dalam konteks politik ekonomi, sosial dan budaya orang.
Keempat pertagung jawaban negara terhadap masalah Orang Asli Papua (OAP) dimasa lalu dalam dalam Konteks politik ekonomi, sosial dan budaya Orang Asli Papua (OAP) yang begitu parah selam ini disikapi oleh presiden Jokowi "memberi kesejahteraan" melalui pembangunaan infrastruktur dan percepatkan pemekaran kabupaten/kota. Provinsi untuk perpanjangan pembangunaan tersebut pertanyaan saya.
Perlakuan UU Otonomi Khusus Papua dan Papua barat yang menjadi ajang pemekaran wilayah otonomi di Papua sudah mampu menjadi lokomotif perubahan di Papua dalam hal pembangunaan, dari berbagaikajian penelitian provinsi termiskin di NKRI adalah Papua barat dan Papua nomor urut terahir dari susunan mengurus berarti kesimpulanya kebijakan Otonomi Khusus Papua dan Papua barat belum optimal.
Apakah pemerintah ini lagi tuli dan buta sehingga mengadakan pemekaran DOB lagi, harusnya pemerintah mengadakan evaluasi dulu jangan karna sesama elit pusat dan elit daerah punya kepentingan maka terjadilah pemekaran DOP (Daerah Otonom Baru).
Penulis adalah Mahasiswa Papua, Kuliah di Yogyakarta
Editor: Frans Pigai
0 komentar:
Posting Komentar