Foto. Dok; Prib Emiliano Y/KM |
CERPEN, KABARMAPEGAA.Com – Orang IEK adalah marga yang berasal dari Kab. Maybrat Kampung Fategomi. Cerita rakyat diceritakan kembali karena kita harus mengetahui cerita rakyat dan cerita rakyat tersebut tidak punah dari perubahan zaman modern ini dan itu menjadi sejarah bagi penerus bagi rakyat setempatnya.
Penulis ingin membagi cerita rakyat asal usul orang IEK , karena itu merasa bahwa cerita rakyat yang mesti di ketahui oleh setiap generasi yang ada. Jangan sampai ada persepsi yang mengatakan cerita sejarah asal kamu sudah seperti benang kusut tidak tahu lagi apa dan dimana ujung pangkalnya.
Apa benar begitu bodohnya aku sampai tak bisa menulis cerita asal kami. Pokoknya aku harus bisa menulis sejarah agar tidak semakin kusut.
Sebelum melangkah lebih jauh menguraikan cerita sejarah yang sudah semakin kusut, kita perlu memberikan ucapan terima kasih buat anak dusun weer yang masih terpahat pesan tua-tua kampung, siapa orangnya?
Ia adalah salah satu akut penerus Marga IEK biasa dipangil Mesak IEK. Dia yang menulis sejarah orang IEK yang sudah kusut diuraikan sepotong-sepotong menjadi sebuah tulisan karena ia tidak ingin hilang dari sejarah.
Cerita rakyat yang melegenda dan diceritakan berulang-ulang dari generasi kegenerasi menceritakan lahirnya Marga IEK, Pada suatu hari ada seorang anak laki-laki paruh bayah yang melakukan perburuan di hutan atau biasa di sebut juga dusun weer yang sekarang disebut Kocuwer.
Dalam melakukan perburuan tanpa disengaja Ia menemukan seekor burung IEK sejenis merpatih hutan sedang mengeram dan menjaga telurnya diatas daun pakis hutan yang dalam bahasa setempat disebut (suwabah) dalam sarangnya burung IEK hanya terdapat sebutir telur.
Dalam menjaga telur burung melihat ada musuh atau orang yang datang itu, semakin mendekati sarang membuat burung IEK terbang pergi meninggalkan telurnya diatas suwabah (daun pakis hutan).
Setelah sampai didepan sarang burung yang terlihat hanya sebutir telur berwarna putih keemasan, Ia tidak mengambil telur tersebut tetapi membiarkan telur tetap pada saran burung IEK sebagai alat pancingan karena targetnya hanya satu harus bisa menangkap burung tersebut.
Hari sudah mulai sore, Ia melangkah pulang ke rumah dengan ditemani aroma malam yang menjemputnya untuk pulang meninggalkan dusun wee weer ke rumah. Ia sudah lelah berjalan mencari buruan untuk mencukupi makan keluarga kecilnya.
Setibanya dirumah Ia, memberihkan tubuh dan menyantap hidangan makan malam yang sudah disiapkan istri, setelah habis makan Ia mengambil segala keperluan tidur, dalam tidur malam, Ia tidak mendapatkan informasi bisikan alam tentang misteri telur burung di dusun weer.
Pada keesokan harinya, Ia melakukan aktifitas sebagai seorang pemburu hewan liar dengan menyiapkan segala kebutuhan berburu, setelah semuanya sudah lengkap barulah Ia berangkat ke dusun weer. Dalam perjalanan tidak ditemukan pesan-pesan alam tentang misteri terlur itu, dengan melangkah terus mendekati sarang burung IEK meletakkan telur, ternyata telur tersebut sudah terjatuh dan menetas menjadi seorang bayi, laki-laki ganteng.
Ia berjalan semakin mendekat, terdengar suara bayi yang membuat Ia terkejut, serta timbul perasaan ketakutan membuat Ia berpikir ini benar manusia atau kah hantu? Untuk memastikan suara itu, Ia mundur mengambil jarak kurang lebih lima belas meter dari sumber suara bayi itu.
Lalu, membuat mawe yang dalam bahasa lokal di sebut (tane boo), tane boo dilakukan dengan membaca mantra-mantra dengan memakai alat perantara komunikasi yaitu tali dengan kayu, dimana kayu diikat dengan tali setelah itu ujung masing-masing tali dipegang, barulah mantra dibacakan, apabila kayu itu bergerak berarti suara itu manusia dan jika kayu itu tidak bergerak berarti suara itu hantu atau biasa disebut putri.
Setelah proses ritual tane boo dilakukan ternyata suara bayi itu adalah manusia. Lalu, Ia mengambil keputusan untuk mengangkat bayi tersebut dan menggendong dengan penuh gembira.
Berjalan pulang meninggalkan dusun weer setibanya di rumah Ia menyerahkan bayi itu kepada istrinya untuk membersihkan atau dimandikan serta merawat sampai tumbuh menjadi anak remaja. Setelah dewasa, berkeluarga dan keturunan dari anak ini diberi nama keluarga atau Marga IEK.
Demikian, cerita legenda asal Marga IEK dengan tempat asalnya di Kocuwer atau Kokas sekarang ‘Akut Kocuwer’. Pokoknya kita tidak ingin hilang dari sejarah, maka menulislah dari mana kamu berasal, jadikan tulisan sebagai ikatan lima sampai sepuluh generasi kedepan.
Penulis adalah anak muda Papua, Tinggal di Papua
Editor: Frans Pigai
0 komentar:
Posting Komentar