WELCOME TO ST.NEWS

SELAMAT DATANG DAN SELAMAT MEMBACA..!
selamat datang dan selamat membaca semoga bermanfaat untuk anda..!
News

Sejarah dan Perkembangan Budaya Suku Mee|di wilayah meepago





 
suku mee wissel meren paniai sedang kreasi/foto:P.Pekey dok pribadi
Oleh: Petrus Pekey
Budaya memang harus di lestarikan namun untuk melestarikanya kita membutuhkan suatu komitmen dan rasa memiliki dalam diri seseorang individu. Budaya pada dekade akhir-akhir ini merupakan suatu wacana memang jarang di perbincangkan oleh banyak orang mengapa karena mereka mengangap bahwa itu merupakan hal klasik dan merupakan suatu momok memalukan untuk diri mereka sendiri.

Mengapa mereka tidak mau meleatarikan budaya mereka ? beberapa alasan yang mendasari mereka adalah:
·         Manusia adalah menjadikan budaya sebagai suatu momok yang memalukan.
·         Budaya bagi mereka tidak akan memberikan keuntungan dalam hidup mereka.
·         Budaya bukan bagian dari hidup mereka dalam aarti bahwa budaya bukanlah waktu buat merekan dalam konteks bahwa zaman modern.
·         Budaya hanya banyak berbicara masalah orang-orang kampung saja.
·         Budaya bukanlah milik mereka namun itu hanya milik orang kampung dll.
karena budaya di miliki oleh setiap manusia dan pastinya berbeda. Budaya mee adalah salah satu adopsi dari beberapa budaya dan tradisi yang terdapat di pegunungan tengah papua masyarakat mee. Tujuan dari Suku mee sendiri terbentuk dan ada di dunia adalah untuk menjaga dan melestarikan budaya ini bukan menjadi pengikut budaya lain. Suatu tradisi akan muncul ketika seseorang mendapat masalah atau problem dan bagaimana dia mengahadapi dan memecahkan masalah tersebut. Maka cara orang itu menyelesaikan masalah itu yang akan menjadi suatu tradisi dalam suku tersebut. Maka jasanya itu akan dijadikan sebuah symbol dengan membentuk sebuah ritual contohnya pesta yuwo (pesta emas) dengan pencipta pesta ini atau seorang peternak babi dari kampung uwamani.

Siapa suku mee itu ?
Siapa suku Mee itu? Suku Mee adalah salah satu suku dari 312 suku yang ada di Papua. Suku Mee mendiami di wilayah Pegunungan Tengah Papua Bagian Barat. Ciri khas wilayah suku Mee adalah di sekitar danau Paniai, danau Tage, Danau Tigi, Lembah Kamu (sekarang Dogiyai) dan pegunungan Mapiha/ Mapisa. Namun, kini secara administrasi pemerintahan suku Mee berada di sepuluh distrik dari Kabupaten Paniai dan empat Distrik dari Kabupaten Nabire.

Arsitektur tradisional adalah wujud suatu kebudayaan yang bertumbuh dan berkembang bersama dengan pertumbahan dan perkembangan suatu suku atau bangsa. Dalam arsitektur tradisional Suku Mee Papua terkandung secara terpadu wujud kebudayaan orang Mee seperti ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturann, pendangan hidup dan lain sebagainya.

Arsitektur tradisional adalah wujud karya nyata leluhur. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah karya leluhur itu dapat di lestarikan atau dimusnahkan, karena mengangap “kuno, kampungan, ketinggalan, dan tradisional?”. Arsitektur tradisional merupakan suatu wujud kebudayaan yang bertumbuh dan berkembang bersama dengan pertumbahan dan perkembangan suatu suku atau bangsa mee itu sendiri. Dan merupakan wujud unsur kebudayaan yang bisa diraba/ dilihat.

Dalam arsitektur tradisional suku Mee Papua terkandung nilai-nilai budaya yang diperlihatkan melalui karya arsitektur tradisional. Arsitektur tradisional yang dapat kita lihat saat ini adalah hasil kesimpulan akhir atas pengujian alami yang di lakukan oleh leluhur orang Mee. Selain itu, yamewa merupakan kesimpulan dari apa yang dipikirkan oleh oleh Mee, dan “diwujudkan” dibangun sebagai tanggapan terhadap sekumpulan kondisi yang kadang-kadang hanya bersifat fungsional semata atau merupakan refleksi sosial, ekonomi, politik, perilaku atau tujuan-tujuan simbolis.

Arsitektur tradisional suku Mee Papua
Berikut ini adalah salah satu dari berbagai macam suku di Papua yang memilki nilai-nilai, bentuk dan ukuran, serta ungkapan jiwa melalui arsitektur yang sangat berbeda. Tulisan berikut ini adalah salah satu suku mee yang berhasil dihimpun melalui suatu penelitian “survei” pada beberapa waktu laktu lalu. Dalam penelitian “survey” yang berjudul “Studi Tipologi dan Kearifan Arsitektur Tradisional Suku Mee Papua” itu berhasil dikumpulkan data dan fakta di lokasi penelitian yang dimaksud. Pada akhirnya menemukan beberapa tipe arsitektur tradisional yang dimiliki oleh suku Mee Paniai Papua yang di bahas berikut ini.
Tulisan berikut ini merupakan gambaran umum daripada hasil penelitian itu, yang di bahas dari sudut pandang arsitekturnya saja. Untuk, itu pembahasan yang lebih mendalam lengkap dengan kajian filosofi, antropologi budaya, sosial, dan lain sebagainya kita akan bahas di waktu dan lain tempat waktu-waktu yang akan datang.
1. Tipologi arsitektur rumah tradisional
Ada 7 (tujuh) Tipe arsitektur rumah tradisional diantaranya adalah
§  Yame Owa
Secara harafia Yame artinya laki-laki Owa artinya rumah. Yame Owa artinya (Rumah tinggal laki-laki). Rumah ini dibangun untuk tempat tinggal laki-laki dalam suatu kampung. Semua bangunan (Yame Owa) yang di bangun dengan pertimbangan-pertimbangan khusus.
Fungsi rumah Yame Owa bukan hanya merupakan suatu tempat tinggal laki-laki. Tetapi dalam rumah ini terjadi berbagai macam aktivitas yang perlu dilakukan oleh laki-laki secara turun-temurun. Selain sebagai tempat tinggal laki-laki, Yame owa adalah pusat komunikasi dan informasi aktual, tempat menyelesaikan persoalan (perang, maskawin), tempat menyimpang alat-alat perang (panah) pusat pembuatan alat perkebunan dan alat kesenian. Dan tempat mendapatkan pengetahuan, pengalaman, dan nasehat bagi semua laki-laki sejak usia 4/5 tahun.

Tidak ada ukuran standar yang diturunkan oleh nenek moyang. Tetapi dibangun dengan perkiraan atas kebutuhan akan ruang dan penghuni. Cara menentukan ukuran bangunan adalah dengan mengukur dengan tangan (jari-jari) atau kaki. Cara lain adalah memperkirakan dengan ukuran tinggi manusia dengan tinggi bangunan. Ukuran bangunan ini, yang telah dibangun adalah Panjang ±350cm. Lebar ±300cm. Tinggi lantai ±60cm. Dinding±150-200cm. Kemiringan Atap ±150-300. Ketinggian atap ±100-130cm.

Bahan bangunan yang dipakai pada Yame Owa adalah untuk penutup atap menggunakan kulit kayu. Panjang pohon ini diperkirakan sekitar ±30.000cm-50.000cm. Diameter pohon ini sekitar 30 – 70 centi meter. Ketebalan kulit kayu ini adalah 0,3 cm. Panjang ukuran yang sering dipakai untuk penutup atap adalah ± 60 - 200 cm. Panjang ini bukan standar yang dipakai, namun ditentukan serat pohan itu sendiri.

Jenis bahan yang di pakai untuk struktur bangunan adalah berupa tiang-tiang pancang. Pada dinding bangunan mempunyai tiga lapisan yaitu lapisan pertama dinding luar mengunakan tiang-tiang, lapisan kedua kulit kayu dan lapisan ketiga menggunakan papan cincang. Bahan yang dipakai untuk lantai terdiri dari tiang pondasi panggung, balok induk (mutaidaa), balok anak (yokaa mutaida), deretan kayu buah yang berukuran kecil yang di ikat dengan balok anak. (katage). Selanjutnya adalah lapisan paling atas yaitu kulit pohon kelapa hutan. (tibaa).

§  Yagamo Owa
,                       secara harafia kata Yagamo artinya perempuan Owa artinya rumah, Yagamo Owa artinya (Rumah tinggal perempuan). Fungsi rumah Yagamo Owa bukan hanya merupakan suatu tempat tinggal bagi perempuan, tetapi dalam rumah ini terjadi berbagai macam aktivitas yang dilakukan oleh perempuan secara turun-temurun. Selain sebagai tempat tinggal perempuan, fungsi lain dari Yagamo Owa adalah pusat komunikasi dan informasi aktual, serta tempat proses belajar bagi anak-anak perempuan. Tempat menyimpang alat-alat perkebunan (yadokopa), pusat pembuatan alat penangkap ikan.

Ukuran bangunan Yagamo Owa, adalah panjang 350cm. Lebar 300cm. Tinggi lantai ±60cm. Dinding ±150- 200 cm. Kemiringan atap ±150-300. Ketinggian atap ±100-130cm.

Bahan bangunan yang dipakai pada Yagamo Owa, untuk penutup atap menggunakan daun pandang dan alang-alang serta beberapa jenis bahan penutup atap lainnya. Penggunaan jenis bahan penutup atap ini disesuaikan dengan ketersediaan bahan di sekitarnya. Pada umunya, bahan penutup atap Yagamo Owa adalah yage dan widime. Kedua jenis bahan ini mampu bertahan sampai berpuluhan tahun. Secara struktural bangunan, Yagamo Owa hampir sama dengan Yame Owa. Namun, yang membedakan adalah pada ornamen-ornamen san bahan yang digunakan.

§  Tii-Daa Bega Owa (Rumah Honai)
secara harafiah tii-da bega owa artinya sebuah bangunan yang membentuk gunung yang mempunyai ujung yang tajam. Fungsi bangunan ini adalah dua yaitu difungsikan untuk tempat tinggal laki-laki dan tempat perempuan. Selain itu fungsi lain adalah tempat menyimpan barang-barang berharga dari laki-laki ataupun perempuan. Lokasi bangunan ini berada di kampung-kampung, namun jarang di bangun dengan alasan bahwa rumah honai adalah rumah adat suku Dani (Wamena). Tetapi ada perbedaan yang dapat dilihat adalah ketinggian bangunan. Dimana bangunan rumah honai suku mee lebih tinggi dari pada dani (wamena). 

Bahan yang digunakan untuk memdirikan banguan ini adalah sama dengan bangunan lain yang ada di suku mee. Tetapi pada bagian penutup atap menggunan alang alang. Selain itu pada rangka atap banyak menggunakan kayu buah. Pada setiap dinding hanya mengunakan satu lapisan dinding. Sehingga pada malam hari terjadi kedinginan.

Ukuran bangunan ini adalah tinggi lantai 60cm, tinggi dinding 150-200cm, tinggi atap ± 100cm, lebar ± 250-300cm, panjang ± 250- ±300m. Bentuk bangunan ini sama dengan lingkaran dengan besar diameter ±250-300cm.

§  Yuwo Owa
secara harafiah dapat diartikan bahwa Yuwo artinya pesta Owa artinya rumah, sehingga rumah ini sering disebut rumah pesta adat suku Mee. Bila dipandang dari segi aktivitas dalam rumah ini, memiliki banyak “nama”. Aktivitas yang dilakukan pada saat puncak pelaksanaan pesta adat, sebelum aataupun sesudah sangat berfariasi.

Fungsi bangunan ini adalah pertama, tempat melakukan jual-beli dengan cara balter dan uang tradisional (kulit kerang). Kedua, tempat mencari jodoh, saat melakukan pesta adat laki-laki dan perempuan saling tukar gelang atau kalung sebagai tanda ungkapan cinta. Ketiga, tempat hiburan malam. Satu minggu satu kali mereka tentuykan sebagai malam hiburan, untuk mengekspresikan seni tari maupun seni suara dalam rumah ini. Untul mendirikan rumah ini perlu pertingan secara matang. Bangunan ini adalah bangunan yang paling besar yang dibangnun oleh suku Mee.

Ukuran bangunan ini adalah tinggi lantai ±40cm, tinggi dinding ±200cm, tinggi atap 150cm, lebar bangunan 1.300cm, panjang bangunan ± 2.100cm.

Bahan yang digunakan untuk mendirikan bangunan ini adalah sama dengan bahan bangunan lainya. Tetapi pada bagian penutup atap menggunakan daun pandang. Selain itu pada rangka atap banyak menggunakan tiang-tiang. Pada setiap dinding hanya mengunakan satu lapisan dinding (papan cincang). Sehingga pada malam hari terjadi kedinginan. Bentuk banguan ini sama dengan lain yaitu persegi empat.

§  Daba Owa (Rumah Pondok)
secara harafia kata Daba artinya Daba kecil Owa artinya rumah, Daba Owa artinya (Rumah pomdok kecil). Rumah pondok di bangun di kebun hutan.

Fungsi rumah Daba Owa bukan hanya merupakan suatu tempat istirahat pada siang hari, tetapi dalam rumah ini terdapat banyak fungsi yang meliputi pertama, tempat masak-masak hasil kebun. Kedua, tempat menyimpan kampak/ parang, alat-alat perkebunan, dan alat-alat perburuan. Ketiga, tempat berlindung dari hujan dan panas sinar matahari. Keempat, tempat menjaga binatang liar agar tidak mencungkil tanaman.

Ukuran bangunan Daba Owa, adalah panjang ±250cm. Lebar ±200cm. Tinggi dinding ±150-200cm. Kemiringan atap ± 150-300. Ketinggian atap ± 100-130cm.

Bahan bangunan yang dipakai pada Daba Owa, untuk penutup atap menggunakan daun pandang,alang-alang dan kulit kayu. Penggunaan jenis bahan penutup atap ini disesuaikan dengan ketersediaan bahan di sekitarnya. Secara struktural bangunan, Daba Owa tidak sebanyak lapisan seperti Yame Owa dan Yagamo Owa. Struktur dinding Daba Owa hanya satu lapisan. Deretan tiang-tiang yang membentuk dingding ini, juga berfungsi sebagai struktur utama bangunan ini.
§  Ekina Owa (Kandang Babi)

Babi merupkan jenis binatang piaraan yang sangat berharga dalam kehidupan suku Mee. Sehingga untuk menjaga agar babi itu tetap hidup dalam kandang yang aman dan nyaman maka dibangun sebuah rumah (kandang) sendiri. Bagi orang Mee babi merupakan salah satu penentu status sosial dalam kehidupan masyarakat, yang sering disebut tonawi. Seseorang bisa dikatakan tonawi karena dia memiliki kekayaan (babi banyak) dan mempunyai istri yang banyak serta mempunyai atau mengetahui hal-hal mistik.

Fungsi rumah ini adalah tempat tinggal/ kandang babi. Menurut cerita mitos, manusia (orang mee), hidup bersama dengan ekina dalam satu rumah. Sekarang lokasi rumah ini berada di pingir atau di dekat rumah laki-laki atau perempuan. Jarak antara rumah tinggal dengan ekina owa di batasi oleh pagar (wee eda). Ukuran bangunan ini adalah sekitar 1-2 meter, ukuran ini sangat berfariasi. Dan di tentukan oleh jumlah babi yang di milikinya.

Bentuk bangunan ini sama dengan bentuk-bentuk bangunan lain, yaitu persegi empat. Pada atap bangunan menggunan bentuk atap pelana, tetapi hanya sebagian.

Bahan-bahan yang di pakai untuk membangun rumah ini meliputi untuk struktur utama dan pendukung adalah kayu. Bahan penutup atap adalah kulit kayu dan alang-alang. Untuk pengikat antara struktur utama, pendukung maupun penutup adalah rotan dan beberapa jenis tali.

§  Bedo Owa (Kandang Ayam).
Orang Mee sampai saat ini meyakini bahwa ayam merupakang binatang piarahan pendantang, karana belum terdapat di daerah Paniai. Namun demikian, pada saat ini yaitu sekitar tahun 1970-an ayam dipelihara sebagai salah pemberi protein bagi tubuh manusia. Ayam hadir di daerah atas bantuan pemerintah dan di bawah dari luar daerah ini.

Sesuai dengan nama rumah ini, fungsinya adalah kandang ayam. Dalam rumah ini orang Mee memelihara ayam. Ayam-ayam akan tinggal dalam rumah ini hanya pada malam hari. Karena pada siang hari ayam-ayam tersebut berkliharaan di pinggir rumah atau kebun dekat ruamh tinggal. Sistem pemeliaraan ini memberikan kesempatan pada burung-burung pemakan daging misalnya elang untuk membunuh anak ayam.

Saat ini orang Mee mengetahui dan membedahkan bagaimana mendirikan sebuah rumah untuk kandang ayam ataupun bebek, atau jenis binatang piaraan lainya. Akan tetapi sampai saat ini belum mengenal cara dan sistem pemeliharaan yang baik dan benar.

Bentuk bangunan ini sama dengan bentuk-bentuk bangunan lain, yaitu persegi empat. Pada atap bangunan menggunan bentuk atap pelana, tetapi hanya sebagian. Ukuran kandang ayam ini, memiliki panjang ±200cm, lebar ±200cm.
Bahan-bahan yang di pakai untuk membangun rumah ini meliputi untuk struktur utama dan pendukung adalah kayu. Bahan penutup atap adalah kulit kayu dan alang-alang. Untuk pengikat antara struktur utama, pendukung maupun penutup adalah rotan dan beberapa jenis tali.

2.Tipologi Arsitektur Pagar Tradisional

Pagar merupakan suatu elemen arsitektur yang di gunakan untuk melindungi kenyamanan dalam rumah maupun kebun. Ada dua fungsi utama pagar bagi orang Mee adalah; pertama memagari rumah tinggal entah itu rumah tinggal laki-laki atau rumah tinggal perempuan. Kedua mengelilingi kebun agar babi atau pencuri tidak masuk kedalam kebun.

Babi merupakan binatang piarahan yang berharga, cara memelihara babi (orang Mee) adalah malam hari di masukan kedalam kandang (ekina owa). Tetapi pada siang hari dibiarkan untuk berkeliaran di sekitar kebun atau rumah. Orang Mee hingga saat ini masih belum mengenal cara memelihara ternak secara moderen (dalam kandang).

Sistem pemeliharaan babi seperti ini membuat orang Mee, harus berpikir untuk membuat pagar, agar makanan dalam kebun tetap tumbuh dengan baik, tanpa gangguan dari binatan liar, terutama babi (ekina).

Ada tiga jenis pagar yang di buat oleh masyarakat suku Mee yang di bedakan menurut bentuk, kualiatas bahan yang digunakan, ukuran, dan cara pembuatan dari setiap pagar yang ada diantaranya;

§  Wee eda

adalah pagar ini di tanam secara vertikal. Secara kualitas bahan, bila di banding dengan kedua jenis pagar, maka pagar ini memiliki kualitas yang cukup tinggi. Pemilihan jenis pohon untuk pagar ini tidak sembarang. Telah di tentutukan beberapa jenis pohon untuk membuat pagar. Jenis pohon yang pakai untuk membuat pagar ini antara lain, Yewo (kayu besi), Digi/ Didame, Obai, Duigi, Amo.

Selain kualitas bahan yang memiliki tingkat ketahanan yang cukup lama, pagar jenis ini juga sumber pendapatan uang (mege). Apabila suatu pohon ketika di tebang atau di belah keras maka jenis pohon ini memiliki kualitas ketahanan yang baik.

Pagar ini berfungsi sebagai, pertama pembatas tanah leluhur/ kebun, kedua pembatas rumah dengan rumah, ketiga mengelilingi kebun agar babi tidak mencungkil makanan. Keempat mendirikan kandang ayam (bedo owa) atau babi (ekina owa).

Lokasi pagar ini biasanya di dataran rendah, terutama untuk kebun-kebun di sekitas rumah. Untuk kebun hutan (kebun yang di buat dengan membersikan, menebang pohon disekitarnya) jarang di gunakan jenis pagar ini. Umumnya pagar ini di gunakan untuk memagari rumah dengan kebun di sekitar rumah yang terdapat banyak keliaran babi di sekitarnya.

§  Petu Edaa (Pagar Horinsontal)

Secara kualiatas bahan pagar ini masig lebih rendah dibanding wee eda. Tidak tahan lama, karena menggunkan kualitas bahan rendah. Ukuran pagar lebar±2cm, panjang ±200-300cm. Bentuk pagar ini adalah merupakan susunan papan yaang disusun dari bawah keatas. Papan-papan ini diikat pada pagar yang ditanam secara vertikal. Pagar ini muda di buat, sehingga waktu pengerjaan membutuhkan waktu relatif singkat.

Pagar ini, dibuat pada lokasi tertentu yang ditentukan dari lingkungan sekitrarnya. Misalnya, kebun hutan (bukit), lembah. Pemilihan pagar jenis ini, yang digunakan pada kebun hutan dan lembah dengan pertimbangn. Pertama, mudah mendapat bahan untuk membuat pagar. Kedua, jenis pagar yang bersifat sementara. Ketiga muda disesuaikan dengan kontur tanah. Keempat, proses pengerjaan dan pembuatan yang muda dan gampang.

§  Tege Eda (Pagar Tiang)

 Pagar jenis ketiga yang dibuat oleh masyakat suku Mee adalah tege eda. Secara kualitas bahan, serta ketahanan terhadap iklim sekitar sangat relatif singkat. Bahan pembuatan pagar ini, diambil dari kayu yang masih muda (baru tumbuh). Masyarakat Papua menyebut kayu buah.

Pagar ini digunakan untuk mengelilingi kandang ayam. Tetapi, biasa digunakan untuk mengelilingi kebun atau rumah. Ukuran ketinggiannya lebih tinggi.
3.Tipologi Arsitektur Jembatan Tradisional.
§  Goo Koto

(Jembatan Gantung). Jembatan ini merupkan jmbatan sangat panjang. Fungsi jembatan ini adalah menyebragi ke kebun hutan atau luar kampung. Bentuk jembatan ini adalah model jembatan gantung. Namun yang menjadi persoalan atau bahaya adalah ketika menyebrang jembatan ini jatuh, maka manusia tersebut tidak di selamatkan, karna hanyut dalam air.
§  Koma Koto,

(Jembatan Model Perahu). Disebut jembatan model perahu karana bentuk dan cara pembuatan jembatan ini seperti perahu tradisional. Panjangnya jembatan ini ditentukan dari besar kecilnya kali atau sungai. Membuat jembatan ini, di buat di hutan seperti perahu tradisional. Kualitas bahan (kayu yang dipakai) adalah kayu besi (yeewo piya. Jenis kayu ini adalah salah satu jenis kayu yang kuat dan besar. Panjang satu pohon mencapai 70-100meter.

§  Keagee  Kotoo

(Jembatan Tiang). Tege koto, artinya jembatang tiang karena hampir semua kayu yang dipakai adalah tiang. Bahan-bahan untuk membuat jembatan ini dipilih beberapa jenis kayu berdasarkan kuliatas kayu. Kayu yang digunakan untuk jembatan ini adalah amoo piya, digi piya, yegou dan beberapa jenis kayu yang dianggap kuat dan bertahan terhap air.

Pada zaman dulu, pengikat antar tiang-tiang pada struktur utama, tiang penyangga maupun struktur pendukung adalah tali. Jenis tali yang dipilih adalah rotan dan beberapa jenis tali laninnya. Sesuai degnan perkembangan zaman, saat dapat sangat terlihat beberapa rumah pagar dan jembatan menggunkan paku dan kabel atau kawat besi.
§  Piyauti Koto

(Jembatan Darurat), Jembatan ini di buat pada saat air sungai pasang. Letak jembatan ini adalah di hutan karena memang di gunakan hanya untuk menyebrang saat air sungai banjir. Jembatan ini juga model perahu, namun bisa dikatakan jembatan darurat sebab sering terjadi banyak banjir saat musim hujan.

jadi Bahwa arsitektur adalah simbol yang mencerminkan dasar hidup manusia. Arsitektur tradisional suku Mee adalah SIMBOL PEMERSATU ide, perasaan, perbedaan pandangan. Suku Mee memandang Arsitektur tradisional adalah tempat dan hasil budaya . Di situ mereka memaknai setiap fenomena alam dan masyarakat yang dihadapi dalam proses hidupnya.

Pembentukan ruang pada arsitektur Suku Mee terjadi dengan memertimbangkan tradisi masyaraakat dan penggunaan bahan-bahan lokal. Karena itu arsitektur suku Mee adalah salah satu contoh timbal balik antara alam dan budaya manusianya (nature and culture) yang bagus. Hal ini perlu dikemukakan karena, perkembangan mutakhir, arsitektur tidak lagi meningindahkan tradisi dan bahan, bentuk lokal sehingga banyak darinya kehilangan identitas.

Tingkat kesejateraan dan kemakmuran suku mee

Kesejahteraan dan kemakmuaran suatu bangsa dan etnis pada masa primitive tergantung dari manusia dalam arti bahwa seseorang jika ingin menajadi makmur maka seseorang memiliki sikap.
ü  Mempunyai kemauan yang keras dalam diri orang mee.
ü  Selalu berusaha keras memenuhi kebutuhan dengan cara-cara yang halal
ü  Tidak muda putus asa dengan mudah dan begitu saja.
ü  Siap mengambil resiko jika terjadi masalah pada usaha yang dimiliki contoh gagal panen.
ü  Selalu mencari peluang dan jalan keluar untuk pengembangan dan kemajuan usaha mereka.
ü  Menjadi manusia yang memiliki rasa miliki akan budayanya sendiri dan melestarikan dengan dasra bahwa budaya adalah landasan.
ü  Selalu bersyukur atas pemberian yang diberikan tuhan (ugatame).
ü  Menjadi berkat buat orang lain dalam arti bahwa memunculkan dalam hidup berkeluarga yaitu kasih yang di munculkan.
ü  Tidak sombong dan rendah diri.

Memang tanah besar papua mempunya kekayaan alam yang begitu menjajikan. Didalam daerah orang sendiri terdapat kekayaan alam yang begitu berlimpah dan menjanjikan pula. Namun daerah mee sediri menurut kata orang tua bahwa “tanah itu hidup” dimana dikatakan anah itu hidup karena tanah adalah sumber segala sesuatu dan asal manusia berasala dari tanah maka tanah itu harus di hormati dengan cara melestarikan dan tidak membiarkan hutan gundul. Tanah orang mee menurut mereka adalah tanah itu dimiliki bukan hanya mereka saja melaikan dimilii oleh orang lain pula . sekarang muncul satu pertanyaan siapa itu orang lain yang mereka maksud. Orang lain yang mereka maksud adalah orang –orang yang mempunyai tanah itu “tuan tanah” (makipuwee)dan orang lain yang menjaga hutang dengan dunia mereka sendiri yaitu abe (perempuan setan),tameyai (setan terbang), yimiyo(setan rupa manusia), itu merupakan 3 komponen bersatu namun manusia mee dan 3 dunia gaib tersebut adalah satu dalam bentuk lingkungan fisik mereka. Kemakmuran dan kesejateraan bangsa mee di tentukan oleh mereka sendiri. Manusia mee akan makmur jika dia selalu mengikuti beberapa sifat yang sudah ada diatas di tambah dengan nilai-nilai hidup.beberapa nilai hidup mee adalah :

ü  mogo kou ugatame-ugatame tetai (jangan menyembah berhala)
ü  ikepa yoko ugatame beu (jangan ada padamu allah lain)
ü  ugatame eka itopa teyabatai (jangan menyebut tuhan allahmu dengan sembarang).
ü  Daa nago yuwii (kuduskanlah hari sabat)
ü  Aku kai akaitai ya mana eyuwai (hormatilah ayah dan ibumu)
ü  Oma teyamoti (jangan mencuri)
ü  Puyamana tewegai(jangan bersaksi dusta)
ü  Mogai tetai (jangan bersinah)
ü  Okeiya agiyo aniya-aniya tetai

Kesepuluh nilai-nilai hidup diatas harus dijadikan landasan atau pondasi hidup dalam melangkah ke depan dalam mencari hidup yang lebih baik. Tujuan dari sepuluh perintah allah adalah sebagai suatu pedomaan hidup untuk berkarya di bumi ini. Sebagai manusia pastinya setiap individu di bumi ini juga ingin sejahtera dan makmur di dalam kehidupan. Suku mee sendiri adalah salah satu tipe suku yang nomaden dulu namun sejak mereka menetap di paniai maka disalah mereka merasakan susah dan senang hidup ini yang selama itu mereka belum pernah rasahkan mengapa karena selama mereka masih dikatan sebagai suku yang nomaden berartti bahwa seluruh kehidupan mereka tergantung pada alam yang mana mereka mencari kebutuhan sehari-hari lansung dari hutan dimana mereka bisa dikatakan bahwa makanan yang mereka makan bukan olahan dan tidak memiliki bahan kimia lain yang menyebabkan suku mee sendiri mempunyai umur yang cukup lama.

Pada zaman modern ini penduduk papua khusus manusia mee masih dikatakan berada dibahwah standar hidup yang rendah yang mana mereka untuk mencari sepiring nasi untuk sehari saja susah pada hal tanah besar ini kaya akan kekayaan alam yang begitu menjajikan. Namun sekarang yang menjadi pertanyaan adalam mengapa masih ada orang papua yang berada dibawah standar hidup yang rendah. Beberapa indicator kemakmuran di tanah papua adalah :
1.    Penduduk miskin   
2.    Indek pembangunan
3.    Manusia  Sumber peneranganListrik (%)
4.    Akses air bersih

Jadi dari table diatas dapat kita lihat bahwa papua merupakan suatu pulau yang kaya, dari “KATA ORANG” bahkan kita sendiri bisa melihatnya dengan mata telanjang bahwa kekayaan kita tersebut ada dimana-mana dan dalam rupa apa saja baik itu emas, tambang minyak, air bersih yang dihasikan hutan dan hasil hutan lainya. namun disini saya mau katakan bahwa pemerintah harus bekerja keras demi menjamin kesejateraan masyarakat ini karena dari table ini sangat tampak bahwa sebagaian kecil dari masyarakat papua yang meningkmati kekayaan alam papua namun itu juga secara tidak sempurna. Dari table diatas dapat kita lihat bahwa 40,78% masyarakat papua berada dibawah standar hidup atau berada dibawah standar hidup yang memperhatikan. dimana itu bisa dikatakan bahwa mereka mencari makan pun susah. Sekarang jika kita bandingkan dengan indeks pembagunan manusia atau pembagunan sumber daya manusia itu sudah 63,41% dan jika kita bandingkan dengan dengan penduduk miskin maka kira-kira 2.59% manusia papua yang sudah berpendidikan dan belum mendapatkan pekerjaan yang tetap. jadi itu berartri bahwa pemerintah provinsi papua tidak memberikan peluang dan kempatan kepada generasi papua untuk berkarya diatas tanahnya sendiri mengapa demiakian ? karena pemerintah provinsi papua tidak membuka lapangan pekerjaan yang baru yang cocok untuk mereka. Sekarang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yaitu dari table diatas terdapat sumber penerangan sebesar 46,36% dan akses air bersih 38,44% itu berarti bahwa 54,64% penduduk papua tidak memakai penerangan yang mana sekarang dipapua sudah ada dana otonomi khusus yang cukup besar namun banyak masyarakat pula yang tidak mengunakan aliran listrik untuk menerangi rumah mereka. Disini masalah air bersih juga menjadi masalah yang sangat besar untuk masyarakat papua dan menjadi suatu pekerjaan rumah yang mau tidak mau perlu di tuntaskan tahap demi tahap untuk memberikan suatu kesejahteraan merata. Dalam hal ini air bersih adalah kebutuhan pokok rumah tangga yang perlu di tuntaskan dimana jika kita lihat, maka terdapat kira-kira 61,56% penduduk papua yang tidak mengunakan air bersih untuk kebutuhan konsumsi mereka tiap harinya. Sekarang kita akan lihat berapa besar banyak manusia papua yang sedang diberdayakan dan berapa banyak manusia papua yang masih buta huruf.

Dengan dimikian diatas dapat kita ambil pendapat baru bahwa ini semuncul dari kesalahan transpofasi bahasa alkitab ke dalam bahasa budaya dengan contoh konkrit adalah pikeda. Dimana seiring dengan perkembangan zaman yang begitu menjajikan dengan banyaknya peluandan yang cukup banyak dan kesempatan untuk bekerja namun disini dari itu sebuah ancaman dan worning yang diantaranya adalah sebagai berikut
Ancaman genoside
Ancaman masuknnya budaya baru daari luar yang mengacurkan (breaking down) budaya asli (original) yang ada di dalam suku-suku di papua khussunya suku mee.
Ancaman dari dunai IPTEK adalah manusia dipaksa untuk mengetahui mengetahui suatu ilmu pasti dan alam dengan tidak memikirkan baik buruknya masalah itu sendiri.
Masalah ini juga berasal dari IPTEK yaitu pornografi.
Dan ada juga masalah lain yang mengahambat pertumbuhan SDM dalam budaya ini adalah
Factor kesalah fahaman budaya
Factor ini bisa muncul sebab seorang tidak di didik melalui budaya
Tinjauan Cultural suku Mee sebagai langkah menuju preventif

Manusia cenderung untuk mengembangkan, aspek-aspek kehidupannya, sampai mencapai suatu derajat kehalusan atau kompleksitas tertentu. Kemampuan manusia untuk melakukan hal itu, kadang-kadang menutupi kenyataan, bahwa mungkin manusia menghadapi masalah-masalah dasar yang harus diatasinya, apabila dia ingin mempertahankan eksistensinya. Masalah-masalah tersebut tidak hanya menyangkut eksistensinya secara fisik, akan tetapi juga secara sosial. Unsur-unsur dasar dari kehidupan sosial adalah syarat-syarat minimal yang harus dipenuhi, demi eksistensinya suatu kehidupan sosial. Unsur-unsur dasar tersebut merupakan kondisi-kondisi yang harus dipelihara dan dikembangkan, agar kehidupan sosial dapat bertahan.

Untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya, manusia mengembangkan pola-pola perilaku yang dapat dianggap sebagai bentuk-bentuk dasar dari organisasi sosial. Pola-pola tersebut antara lain, mencakup adat-istiadat yang paling sederhana sampai pada hal-hal yang relatif kompleks. adat-istiadat (custom) atau secara alternatif sering disebut juga kebiasaan (folkways)merupakan istilah yang menunjuk perilaku yang khusus dan distandarisasikan yang merupakan kebiasaan bagi penganut-penganut suatu kebudayaan tertentu. Seperti yang dikatakan oleh  Edwar Tylor (1832-1917), bahwa “kebudayaan (klasik) adalah setiap hasil perilaku manusia yang kemudian diajarkannya kepada generasi-generasi berikutnya yang pada gilirannya mengakumulasikan serta mentransmisikan pengetahuannya.Pengertian tersebut dapat diterapkan pada suatu perilaku yang secara relatif, sederhana misalnya, memberi salam kepada seorang sahabat, sampai pada peristiwa-peristiwa yang agak kompleks seperti, misalnya perkawinan, upacara adat, dan lain-lain”.

Hubungan antara pola-pola adat-istiadat dalam suatu masyarakat biasanya terorganisasikan sedemikian rupa sehingga berkaitan dengan masalah-masalah atau tujuan-tujuan tertentu. Pola atau perangkat adat-istiadat tertentu, dinamakan peranan (role). Peranan berhubungan erat dengan harapan-harapan mengenai perilaku-perilaku yang dianggap pantas. Peranan-peranan tertentu bersifat terbuka dan dapat diberikan kepada setiap warga masyarakat. Sehingga dapat dijadikan suatu tolok ukur berdasarkan pendapat Edwar Tylor, yang menyatakan bahwa kebudayaan/peradaban merupakan kompleks menyeluruh yang mencakup, pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan lain kemampuan serta kebiasaan yang dipunyai manusia sebagai warga dari suatu masyarakat.

Perkembangan perubahan kebudayaan suku Mee

Nama yang diturunkan oleh leluhur suku adalah Mee. Mee berarti orang-orang yang telah dipenuhi dengan akal budi yang sehat; dapat berpikir secara logis; dapat membedakan suku ini dari suku yang lain; dapat membedakan barang miliknya dengan milik orang lain; daerah garapannya dengan garapan milik orang lain; dan dapat mentaati amanat-amanat yang diwariskan oleh leluhur, dan amanat yang paling utama yang dilarang adalah hal perzinahan. (Asmara Adhy, 1980:71). Suku Mee dikenal sebagai “petani” ubi jalar, talas, sayur-mayur, tebu dan buah-buahan. (Slamet Ina E., 1964:35). Kedua hal ini menjadi fokus tinjauan perkembangan kebudayaan suku Mee pada masa kini.

Ada sedikitnya pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan sebagai tolok ukur dan bahan analisis agar pemahaman kita dapat tertuju pada tujuan pokok penulisan judul opini, yaitu:

1.    Mengapa suku Mee sekarang tidak dan jarang melakukan pesta budaya “yuwo” yang pada masa-masa lalu ini merupakan kegiatan tradisi suku Mee?

2.    mengapa orang Mee sekarang tidak kenal daerah-daerah yang dikeramatkan oleh leluhur/orang tua untuk terus dilindungi tetapi yang terjadi adalah dibongkar untuk membuat kebun, rumah dan atau kandang ternak?

3.    Mengapa orang Mee sekarang tidak lagi memegang dan atau menyimpan benda-benda keramat dan benda-benda antik?; yang dulunya oleh leluhur kita menggunakan itu untuk mengatur dan mempertahankan hidup yang baik.

4.    Mengapa orang Mee sekarang pada usia remaja bisa pacaran dengan romantis hingga pada etape erotisme yang susah dikendalikan? Padahal, dahulu hal demikian disebut mogaii dan sangat tabu dilakukan oleh suku Mee karena peranan tradisi adat-istiadat yang kuat dan baik sehingga sangat ditakuti untuk dilakukannya.

5.    Mengapa orang Mee sekarang jarang menanam ipoo untuk koteka, Tawa (rokok)? Padahal, kedua tumbuhan ini sangat diperhatikan oleh kaum lelaki suku Mee pada zaman dulu.

Dari sekian pertanyaan di atas ini menunjukkan adanya perubahan yang terjadi secara signifikan dalam tradisi suku Mee akibat perkembangan arus globalisasi. Perkembangan globalisasi ini disertai aroma budaya luar (modern) yang menyebar luas dan dalam berbagai bentuk yang cenderung mempengaruhi aspek kehidupan suku Mee. Faktor yang cenderung mempengaruhi perubahan tradisi suku Mee adalah: Aspek Masuknya Agama dan aspek masuknya Pemerintah.

Aspek masuknya Agama pemenjadi awal perubahan (difusi antarmasyarakat) budaya di kalangan suku Mee karena orang asing pertama yang menginjakkan kaki di tanah Paniai adalah seorang imam yang dapat menyebarkan agama. Pengaruh daripada masuknya agama ini tidak dapat merubah suatu sistim budaya Mee secara menyeluruh (universal). Akan tetapi sebagian yang diangap berlawanan dengan ajaran agama.

Aspek mesuknya pemerintah di wilaya paniai  mengakibatkan sistem cultural suku Mee dapat mengalami suatu perkembagan sistem pemerintahan yang ada. Sitem pemerintahan yang ada dipimpin oleh Tonawi (kepala Suku) Namun masih terbatas pada suatu wilaya yang dibatasi oleh gunung, sungai, danau dan lainnya. Disamping itu juga Tonawi ditentukan berdasarkan kekayaan dan cara bertanggung jawab demi kepentingan umum.

Hal perluh diketahui bahwa ada beberapa unsur budaya suku Mee yang mengalami perubahan maupun perkembangan yang drastis adalah unsur budaya pemerintahan(tonowi, meibo) , unsur kepercayaan (mogai daa, kegotai), unsur berpakaian (koteka, Moge) dan unsur ekonomi (Mege).

Tradisi-tradisi suku mee

Sebagai salah satu suku yang terbesar di papua dimana suku mee termasuk kedalam 7 suku terbesar dipulau papua memiliki peran aktif dalam pembagunan daerah dan pembangunan manusia secara tradisional yang nantinya akan membentuk manusia handal di profesinya masing-masing. pada sasarnya suku telah berkembang di paniai sejak 4 abab yang lalu dimana ekspedisi mereka dimulai dari png menuju oksibil dari oksibil menuju wamena lebih tepatnya di lembah baliem (gua pasema) mereka masih nomaden. suku ini membentuk jti diri mereka dari situ membentuk prinsip hidup, membentuk nilai,norma, aturan,kaidah, filosofi tradisional, dan ideologi yang menjadi dasar mereka untuk membangun mansyarakat mee yang utuh dan mempunyi seperangkat media komunikasi, tranformasi kepada generasi penerus yang baik. Memang suatu perkembangan harus diawali dengan suatu perkembangan susah payah namun hasil dari keringat kita keluarkan akan mengasilkan berkat yang melimpah bagi orang lain dan kita sendiri akan emndapatkan upah yang setimpal disurga. Suku memiliki banyak tradisi dan upaca adat beberapa uapacara adat yang dipunyai ataralaina adalah

ü  Yuwo (pesta emas), gold party
ü  Kamutai
ü  Ipuwe witogai
ü  Wodauwaga wati membatasi kelakuaan atau dosa dari kakek
ü  Eba mukai pengumpulan dana
ü  Gaupe untuk pemberian nama kepada laki-laki dewasa
ü  Kaboduwai untuk membatasi suatu penyakit yang melanda suatu marga
ü  Owoupuwe witogai karena kelaparan
ü  Madou kamu 7 hr 7 malam harus did lm rumah
ü  YUWO (pesta emas atas pesta puncak)
Yuwo menurut salah seorang tokoh adat THOBIAS UKAGO dari kampung diyai yaitu pesta adat untuk mencari dana atau pusat pencarian dana beberpa fungsi yuwo . yuwo ini biasaya
Mencari jaringan masrga dari nenek moyang dahulunya ada dimana yuwo dijadikan sebagai sarana komunikasi perkenalan.
Sebagai penentu temperature ekonomi suatu wilayah di daerah paniai
Yuwo memiliki pernana penting dalam perkembangan suatu daerah dengan kenikan tersebut yang dimilikinya maka disini yuwo. Sesuai dengan fungsi yuwo sebagai penentu temperature ekonomi maka beberpa hal yang dilaksanakan dalam yuwo dalam bentuk kegiatan transaksi jual beli adalah.
Komuditi yang dijual
ü  Babi (ekina)
ü    Petatas (nota)
ü    tebu (eto)
ü    Yatu
ü    Kulit kayu (bebi)
ü    Daun pandang (koboye)
ü    Busur dan anakpanah (uka mapega)

Sumber: Lintas Mee Pago.

  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Item Reviewed: Sejarah dan Perkembangan Budaya Suku Mee|di wilayah meepago Rating: 5 Reviewed By: D.K.ADMIN BLOG