Dock. Pribadi ugiwiyai yogi |
Oleh: Yohanes Ugiwiyai Yogi
Sejak itu, Bapak dan Mama bertungan sebagai suami dan istri yakni menikah, Bertujuan mereka mau melahirkan kaka, adik, berkandung di antara salah satunya adalah penulis, sehingga pada waktu itu “kata sang mama” anakku, “iya, Selama sembilang bulang mama mengandung Anak dalam kandungan mama ku, dan setelah mama melahirkan anak seorang laki-laki adalah penulis.
Itulah penulis sangat signifdan terkejut, waktu itu, aku tidak punya kelebian dan aku tidak punya apa-apa tapi aku punya hak untuk berkomunikasi dengan mama, sebagai bayi yang baru melahirkan maka hak untuk menangis, hak untuk bergerak, hak untuk membuka mata, dll. ujurnya sang mamaku.
Dan aku membesar dan membimbing dari kedua orang hingga membesarkan seorang laki-laki muda di tengah dunia maya. Aku mencapai umur 7 tahun orang tua perna mengajak saya secara paksa anak harus pergi ke sekolah untuk belajar. Berikutnya, saya perna tolol, saya perna keluarkan tutur kotor, saya perna malas ke sekolah, lagi perna juga amarah kepada kedua orang tua. Karena saat itu saya tidak mengerti dalam dunia pendidikan itu seperti apa hakiki.
Ini, bukan hal yang biasa tetapi persoalan yang paling sulit di mengalami dalam liku-liku hidup, pada hal, artikan lewat edukatif bukan hanya hal makan dan minum tetapi itulah impian dan harapan demi masa depan untuk untuk menentukan diriku. Jika itu Pendidikan adalah satu pedoman untuk memenuhui hidup.
Berbicara tentang “Pintar” dia kembali kepada individual bukan kepada kelompoknya atau segelintir orang atau bapak atau mama untuk mengaturnya. Ketubuhan sosial dia sangat keperihanan hidup ketika manusia berbicara proses kehidupan manusia adalah saling ketergantungan hidup. Sehingga kedua orang tua jelas bahwa perna membinbing dan perna monitori setiap langka hidup sebagai bermakna.
Artinya, persoalan kepandaian dia harus kembali kepada pribadi dan ketika personil mulai bergerak mengupaya sesuatu untuk memperjuangkan dengan fokus. Maka merasa hal mustahil namun bermulai dengan sesungguhnya otomatis mengenang dirinya menjadi seorang sendikiawan.
Jika diri kita mau menjadi seorang pintar maka setiap diri orang perlu ada belajar dari keselahan untuk kolektif demi merevisi sebuah kegagalan lalu agar memperbaiki kegagalan kita.
Makanya, kawan-kawan penulis pesan bahwa sebelum kita mencoba lalu mengomentar untuk saya tidak bisa. Tapi yang riilnya adalah setelah mencoba lalu gagal lalu belajar dari kegagalan adalah seorang hebat itu sebab setiap diri kita harus berstar dengan kolektif kelemahan lalu untuk renovasi dan transpormasi dari sisi kualitas dan pengetahuan kita.
Pepatah kata, belajar dari kesalahan adalah sebuah meraih sesuksesan dan seakan bisa mendapatkan prestasi di dunia pendidikan kita. Salah satunya dimana kita bertekun dengan ilmu pengetahuan di sekolah atau kampus yang kita jadikan Ajang belajar.
Nabire, (23/06/2016)
Penulis: siswa SMA Negeri 2 Nabire, Papua.
0 komentar:
Posting Komentar