MOTO ADRE DALAM MENGEKSPRESI MUSIK/TB-DOK.PRIBADI |
Ketika SMA, aku menjumpai seorang lelaki Papua yang luar biasa. Ketika aku duduk di kelas XI IPS, dia baru duduk di kelas X. Kini ia telah menjadi siswa kelas XII IPA. Inilah kisahnya, yang kutuliskan ketika aku duduk di kelas XII IPS.
-------------------------------
CERPEN BY-Andre: Musik, Ekspresi Jiwa
Dengan lihai, jemarinya menari di atas dawai gitar. Alunan musik yang indah pun terdengarlah. Jemarinya terus menari, matanya terpejam, sepertinya ia sangat menikmati permainan musiknya. Dan lagu pun terdengar melengkapi indahnya petikan gitar tersebut: “terpujilah wahai engkau, ibu bapak guru…”
Itulah penggalan sayair lagu hymne guru yang dinyanyikan lelaki Papua yang sering disapa Andre. Pemilik nama lengkap Andreas Corsini Miguel Takimai ini memang sejak kecil dikenal sangat dekat dengan dunia musik. Tidak heran, bila di sekolahnya, ia menjadi asisten guru kesenian, Rm. Yan Priyanto, S.J.
Berbagai alat musikpun telah ditaklukkan lelaki muda kelahiran Mauwa, Dogiyai ini, diantaranya gitar, harmonika, biola, piano, dan drumband. “Saya dapat memainkan semuanya,” katanya sekali waktu dengan agak malu. Walau memunyai banyak kesibukan, baik di sekolah maupun di luar sekolah, toh ia masih tetap menyisihkan sedikit waktu untuk terus berlatih musik.
Berawal dari Kaleng Cat
Untuk menguasai banyak alat musik seperti di atas, siapa sangka Andre memulainya dari kaleng-kaleng cat yang tidak dipergunakan lagi. “Perjuangan saya dulu lumayan panjang, dan masih panjang lagi ke depannya”, katanya sembari tersenyum simpul.
Sebelum masuk Sekolah Dasar (SD), Andre sudah mulai berlatih bermain musik. Ia kelihatan masih kecil, baru berumur 5 tahun, tetapi ketertarikannya pada dunia musik mulai tampak. Ia mulai mengumpulkan beberapa kaleng cat bekas dari tempat sampah, kemudian mengaturnya. Ia memotong dua buah kayu kecil sebagai pemukulnya. Kemudian, ia mulai memukul kaleng-kaleng tersebut, sambil bernyanyi, meniru cara Black Brothers bermain drumband, yang ia tonton di rumah temannya.
Dari sinilah, bakat seni musiknya mulai terlihat jelas. “saya ingat waktu itu, saya sangat bangga dapat meniru permainan musik black brothers”, katanaya agak malu.
Setelah masuk Sekolah Dasar, ia mulai berlatih bermain gitar. Bermodalkan gitar yang dibelikan ayahnya ketika naik ke kelas empat SD, lambat laun ia dikenal oleh teman-temannya sebagai pemain gitar handal di daerahnya, Waghete. “Saya lihat teman saya sangat baik dalam bermain gitar, dan saya bertanya dalam hati, mengapa saya tidak bisa? Saya harus bisa! begitu kata hati saya waktu itu”, katanya menjelaskan.
Dengan cepat, ia dapat menguasai gitar. Namanaya terkenal di antara teman-teman se-SDnya. Apakah dengan prestasi demikaian dia puas? “Setelah menguasai gitar, saya lebih tertantang lagi untuk menguasai alat-alat musik yang lainnya”, katanya. “Saya mulai mencoba bermain piano. Dan waktu itu, saya punya impian untuk menjadi seorang pemain musik hebat di Papua, seperti Black Brothers” katanya melanjutkan dengan tersenyum ceria.
Tidak ada yang melatihnya memainkan alat-alat musik. Tidak ada yang peduli dengan bakat bocah cilik ini yang begitu luar biasa. “saya berlatih sendiri. Saya mendengar nada nyanyian, kemudian mencari sendiri cara memainkannya, kunci-kuncinya” katanya menjelaskan beratnya perjuangan untuk menaklukan kedua alat musik tersebut: gitar dan piano.
Nabire: Harapan Baru
Sejak tahun 2010, Andre telah lulus Ujian Akhir tingkat SMP, dan memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke Nabire. SMA YPPK Adhi Luhur menjadi pilihan hatinya. Disini ia dapat mengembangkan bakatnya.
Di SMA, ia mulai mengenal Harmonika, dan dalam tempo dua hari, ia dapat menguasainya. Bahkan, beberapa lagu dapat dimainkan dengan harmonika ini. Sayang, harmonikanya itu rusak ketika dipinjamkannya kepada teman sedaerahnya yang meminjamnya. Ia mulai memperbaiki harmonika tersebut, dan hasilnya, harmonika tersebut dapat berbunyi lagi, walau bentuknya tidak seperti harmonika yang sesungguhnya lagi. Tidak ada rotan, akarpun jadi. Mungkin peribahasa ini tepat untuk menggambarkan perjuangan Andre dengan harmonikanya.
Ia juga mulai berlatih bermain biola. Ia hanya berlatih selama 3 jam saja. “saya hanya latihan biola selama 3 jam saja karena biola tersebut milik teman saya. Saya tidak dapat meminjamnya lebih dari itu. Mau apa lagi, saya tidak dapat berbuat apa-apa karena memang biola itu miliknya”, katanya dengan sedikit bernada kecewa.
“Saya ingin membeli biola. Saya ingin mempelajarinya lebih dalam. Tetapi saya tidak mampu untuk membelinya. Orang tua saya juga jelas tidak mampu. Harga biola menurut teman saya adalah Rp.800.000,00” kata Andre dengan serius. “Tetapi saya ingin menabung mulai saat ini. Entah sampai kapan, semoga saja saya cepat membeli biola”, katanya lelaki yang suka makan bakso ini melanjutkan.
Tidak Dipinjami Saxophone
Guru keseniannya, Rm. Yan Priyanto, S.J, beberapa waktu lalu bermain saxophone di tempat tinggalnya. Jiwa musik lelaki Papua ini pun bergolak. Ingin rasanya menguasai alat musik baru tersebut. Suatu hari, ia memberanikan diri untuk pertamakalinya meminjam saxophone untuk dicoba.
Tetapi ia ditolak, dengan alasan akan rusak bila dipinjamkan. Andre pun tidak ingin menyerah begitu saja. Diutarakan maksudnya, bahwa ia hanya meminta beberapa menit saja. “Cepat saja romo, dari teras di depan ini saja romo”, katanaya memelas, meminta pengertian romo. Tetapi romo tetap menolaknya.
“Padahal saya hanya ingin mencobanya saja tapi. Mungkin betul, bila saya meminjamnya, saxophone tersebut akan rusak. Romo benar”, katanya membesarkan diri. Memang, untuk alat musik yang ditiup seperti saxophone, demi kesehatan, lebih baik memilikinya sendiri. Ah… mudah-mudahan semangatmu untuk ingin tahu tidak patah oleh penolakan ini Andre.
Mempersembahkan Piala
Di sekolah, Andre dengan beberapa teman yang lain, membentuk sebuah group band bernama Ekowai. Mereka sering berlatih di studio, tetapi lagi-lagi karena faktor biaya, mereka mungkin berlatih 1 kali sebulan. Kadang tidak berlatih sampai dua bulan. Di sekolah, Andre juga masuk menjadi anggota Le Cocq Voice. Le Cocq Voice adalah sebuah kelompok musik yang terdiri dari pelajar SMA YPPK Adhi Luhur yang berbakat dalam bidang musik.
Ketika diadakan perlombaan paduan suara antar SMA se-kabupaten Nabire tahun 2011, Le cocq Voice keluar sebagai pemenangnya. “Saya sangat senang. Kami mendapat piala. Lebih lagi, di sini saya dipercaya romo untuk memainkan melodi menggunakan harmonika dan gitar. Ini persembahan pertama saya buat sekolah yang memberikan ruang yang cukup buat saya berkembang dalam bidang musik”, katanya dengan bangga.
Musik, Ekspresi Jiwa
“Bagi saya musik adalah ekspresi jiwa. Saya dapat mengungkapkan perasaan hati saya, apa yang saya alami, yang saya lihat, yang saya dengar, melalui alunan musik”, katanya suatu ketika.
Saya ingin mengembangkan bakat saya ini, tapi saya tidak punya alat musik dan harus pinjam sama teman dan romo. Ini yang menjadi kendala, karena kadang tidak dipinjami. Muda-mudahan saya juga memunyai alat-alat musik tersebut”, katanya. “Tetapi saya tetap optimis akan menjadi musikus muda Papua. Saya ingin menyumbangkan bakat saya kepada masyarakat Papua. Karena dengan musik, saya dapat mengekspresikan isi hati saya, apa yang saya dan masyarakat Papua alami dan rasakan. Saya tetap mencintai dunia musik,” katanya lagi, membesarkan harapan akan masa depannya.
Ah…Andre, semoga impianmu terwujud. Papua menantimu, musikus muda. Semoga kalimat I Believe I Can Fly yang kau pampang di kamarmu itu menjadi nyata. [] POST BY,TUBOMANA-D.K
-------------------------------
CERPEN BY-Andre: Musik, Ekspresi Jiwa
Dengan lihai, jemarinya menari di atas dawai gitar. Alunan musik yang indah pun terdengarlah. Jemarinya terus menari, matanya terpejam, sepertinya ia sangat menikmati permainan musiknya. Dan lagu pun terdengar melengkapi indahnya petikan gitar tersebut: “terpujilah wahai engkau, ibu bapak guru…”
Itulah penggalan sayair lagu hymne guru yang dinyanyikan lelaki Papua yang sering disapa Andre. Pemilik nama lengkap Andreas Corsini Miguel Takimai ini memang sejak kecil dikenal sangat dekat dengan dunia musik. Tidak heran, bila di sekolahnya, ia menjadi asisten guru kesenian, Rm. Yan Priyanto, S.J.
Berbagai alat musikpun telah ditaklukkan lelaki muda kelahiran Mauwa, Dogiyai ini, diantaranya gitar, harmonika, biola, piano, dan drumband. “Saya dapat memainkan semuanya,” katanya sekali waktu dengan agak malu. Walau memunyai banyak kesibukan, baik di sekolah maupun di luar sekolah, toh ia masih tetap menyisihkan sedikit waktu untuk terus berlatih musik.
Berawal dari Kaleng Cat
Untuk menguasai banyak alat musik seperti di atas, siapa sangka Andre memulainya dari kaleng-kaleng cat yang tidak dipergunakan lagi. “Perjuangan saya dulu lumayan panjang, dan masih panjang lagi ke depannya”, katanya sembari tersenyum simpul.
Sebelum masuk Sekolah Dasar (SD), Andre sudah mulai berlatih bermain musik. Ia kelihatan masih kecil, baru berumur 5 tahun, tetapi ketertarikannya pada dunia musik mulai tampak. Ia mulai mengumpulkan beberapa kaleng cat bekas dari tempat sampah, kemudian mengaturnya. Ia memotong dua buah kayu kecil sebagai pemukulnya. Kemudian, ia mulai memukul kaleng-kaleng tersebut, sambil bernyanyi, meniru cara Black Brothers bermain drumband, yang ia tonton di rumah temannya.
Dari sinilah, bakat seni musiknya mulai terlihat jelas. “saya ingat waktu itu, saya sangat bangga dapat meniru permainan musik black brothers”, katanaya agak malu.
Setelah masuk Sekolah Dasar, ia mulai berlatih bermain gitar. Bermodalkan gitar yang dibelikan ayahnya ketika naik ke kelas empat SD, lambat laun ia dikenal oleh teman-temannya sebagai pemain gitar handal di daerahnya, Waghete. “Saya lihat teman saya sangat baik dalam bermain gitar, dan saya bertanya dalam hati, mengapa saya tidak bisa? Saya harus bisa! begitu kata hati saya waktu itu”, katanya menjelaskan.
Dengan cepat, ia dapat menguasai gitar. Namanaya terkenal di antara teman-teman se-SDnya. Apakah dengan prestasi demikaian dia puas? “Setelah menguasai gitar, saya lebih tertantang lagi untuk menguasai alat-alat musik yang lainnya”, katanya. “Saya mulai mencoba bermain piano. Dan waktu itu, saya punya impian untuk menjadi seorang pemain musik hebat di Papua, seperti Black Brothers” katanya melanjutkan dengan tersenyum ceria.
Tidak ada yang melatihnya memainkan alat-alat musik. Tidak ada yang peduli dengan bakat bocah cilik ini yang begitu luar biasa. “saya berlatih sendiri. Saya mendengar nada nyanyian, kemudian mencari sendiri cara memainkannya, kunci-kuncinya” katanya menjelaskan beratnya perjuangan untuk menaklukan kedua alat musik tersebut: gitar dan piano.
Nabire: Harapan Baru
Sejak tahun 2010, Andre telah lulus Ujian Akhir tingkat SMP, dan memutuskan untuk melanjutkan sekolah ke Nabire. SMA YPPK Adhi Luhur menjadi pilihan hatinya. Disini ia dapat mengembangkan bakatnya.
Di SMA, ia mulai mengenal Harmonika, dan dalam tempo dua hari, ia dapat menguasainya. Bahkan, beberapa lagu dapat dimainkan dengan harmonika ini. Sayang, harmonikanya itu rusak ketika dipinjamkannya kepada teman sedaerahnya yang meminjamnya. Ia mulai memperbaiki harmonika tersebut, dan hasilnya, harmonika tersebut dapat berbunyi lagi, walau bentuknya tidak seperti harmonika yang sesungguhnya lagi. Tidak ada rotan, akarpun jadi. Mungkin peribahasa ini tepat untuk menggambarkan perjuangan Andre dengan harmonikanya.
Ia juga mulai berlatih bermain biola. Ia hanya berlatih selama 3 jam saja. “saya hanya latihan biola selama 3 jam saja karena biola tersebut milik teman saya. Saya tidak dapat meminjamnya lebih dari itu. Mau apa lagi, saya tidak dapat berbuat apa-apa karena memang biola itu miliknya”, katanya dengan sedikit bernada kecewa.
“Saya ingin membeli biola. Saya ingin mempelajarinya lebih dalam. Tetapi saya tidak mampu untuk membelinya. Orang tua saya juga jelas tidak mampu. Harga biola menurut teman saya adalah Rp.800.000,00” kata Andre dengan serius. “Tetapi saya ingin menabung mulai saat ini. Entah sampai kapan, semoga saja saya cepat membeli biola”, katanya lelaki yang suka makan bakso ini melanjutkan.
Tidak Dipinjami Saxophone
Guru keseniannya, Rm. Yan Priyanto, S.J, beberapa waktu lalu bermain saxophone di tempat tinggalnya. Jiwa musik lelaki Papua ini pun bergolak. Ingin rasanya menguasai alat musik baru tersebut. Suatu hari, ia memberanikan diri untuk pertamakalinya meminjam saxophone untuk dicoba.
Tetapi ia ditolak, dengan alasan akan rusak bila dipinjamkan. Andre pun tidak ingin menyerah begitu saja. Diutarakan maksudnya, bahwa ia hanya meminta beberapa menit saja. “Cepat saja romo, dari teras di depan ini saja romo”, katanaya memelas, meminta pengertian romo. Tetapi romo tetap menolaknya.
“Padahal saya hanya ingin mencobanya saja tapi. Mungkin betul, bila saya meminjamnya, saxophone tersebut akan rusak. Romo benar”, katanya membesarkan diri. Memang, untuk alat musik yang ditiup seperti saxophone, demi kesehatan, lebih baik memilikinya sendiri. Ah… mudah-mudahan semangatmu untuk ingin tahu tidak patah oleh penolakan ini Andre.
Mempersembahkan Piala
Di sekolah, Andre dengan beberapa teman yang lain, membentuk sebuah group band bernama Ekowai. Mereka sering berlatih di studio, tetapi lagi-lagi karena faktor biaya, mereka mungkin berlatih 1 kali sebulan. Kadang tidak berlatih sampai dua bulan. Di sekolah, Andre juga masuk menjadi anggota Le Cocq Voice. Le Cocq Voice adalah sebuah kelompok musik yang terdiri dari pelajar SMA YPPK Adhi Luhur yang berbakat dalam bidang musik.
Ketika diadakan perlombaan paduan suara antar SMA se-kabupaten Nabire tahun 2011, Le cocq Voice keluar sebagai pemenangnya. “Saya sangat senang. Kami mendapat piala. Lebih lagi, di sini saya dipercaya romo untuk memainkan melodi menggunakan harmonika dan gitar. Ini persembahan pertama saya buat sekolah yang memberikan ruang yang cukup buat saya berkembang dalam bidang musik”, katanya dengan bangga.
Musik, Ekspresi Jiwa
“Bagi saya musik adalah ekspresi jiwa. Saya dapat mengungkapkan perasaan hati saya, apa yang saya alami, yang saya lihat, yang saya dengar, melalui alunan musik”, katanya suatu ketika.
Saya ingin mengembangkan bakat saya ini, tapi saya tidak punya alat musik dan harus pinjam sama teman dan romo. Ini yang menjadi kendala, karena kadang tidak dipinjami. Muda-mudahan saya juga memunyai alat-alat musik tersebut”, katanya. “Tetapi saya tetap optimis akan menjadi musikus muda Papua. Saya ingin menyumbangkan bakat saya kepada masyarakat Papua. Karena dengan musik, saya dapat mengekspresikan isi hati saya, apa yang saya dan masyarakat Papua alami dan rasakan. Saya tetap mencintai dunia musik,” katanya lagi, membesarkan harapan akan masa depannya.
Ah…Andre, semoga impianmu terwujud. Papua menantimu, musikus muda. Semoga kalimat I Believe I Can Fly yang kau pampang di kamarmu itu menjadi nyata. [] POST BY,TUBOMANA-D.K
0 komentar:
Posting Komentar